Refleksi Marketing Politik dalam Politik Lokal di Indonesia

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem demokrasi pastinya sudah tidak asing lagi dengan pemilu atau pilkada setiap 5 tahun periode. Calon-calon pemimpin yang diusung pun sudah memiliki modal yang baik untuk melayani masyarakat. Untuk itu setiap calon-calon pemimpin tersebut berlomba-lomba untuk menarik perhatian masyarakat agar memilihnya di ajang pemilihan kepala daerah. Dalam dunia politik pun dikenal dengan istilah marketing politik atau pemasaran politik yang mana memasarkan produk politik untuk calon kandidat di depan mata masyarakat. Dalam pelaksanannya, pemilihan pemimpin akan dihiasi atribut khas dari masing-masing calon.

Dalam pemasaran politik sendiri terdapat aspek yang harus dipenuhi yaitu produk, promosi, harga dan penempatannya. Marketing politik bertujuan untuk membangun image politik seorang calon kepada masyarakat agar memiliki ciri khas yang selalu di ingat masyarakat. Dengan memiliki ciri khas, masyarakat akan teringat dengan sesok orang yang mampu memperbaiki daerahnya. Masyarakat Indonesia memang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dan selalu mengidam-idamkan pemimpin yang mampu menyelesaikan seluruh permasalahan yang ada. Dengan begitu dimunculkanlah calon-calon pemimpin dengan harapan-harapan masyarakat dengan branding pemimpin yang bervariasi. 

Baru-baru ini telah dilaksanakan Pilkada DKI Jakarta yang sangat kental dengan marketing politik tiap calonnya. Walaupun dengan tujuan yang sama untuk membangun daerah tersebut menjadi sejahtera, namun tiap pasang calon memiliki branding diri yang berbeda. Branding tersebut melekat di hati masyarakat dan mampu membangun pemikiran masyarakat. Pada Pilkada DKI Jakarta kemarin tiap pasang calon memiliki atributnya sendiri sebagai identitas pengenalnya, bermula dari segi berpakaian, cara berbicara, cara berjalan, cara menarik simpatik masyarakat pun mereka memiliki caranya sendiri. Mulai dari pasangan Ahok Djarot selalu berpakaian kotak-kotak, pasangan Anies Sandi selalu memakai kopiah dan pasangan Agus Sylvy identik dengan pakaian serba hitam. Dalam marketing politik, membranding diri diperlukan apabila terjun di pencalonan pilkada. 

Dengan menjual branding ke masyarakat mampu meningkatkan popularitas politik di masyarakat. Presiden kita bapak Joko Widodo pun memiliki ciri khas blusukan ke daerah-daerah untuk memantau langsung keadaan sesungguhnya. Caranya tersebut tak jarang diikuti oleh pemimpin-pemimpin tanah air misalnya saat kemarin kampanye calon-calon kandidat DKI Jakarta melakukan blusukan ke daerah-daerah di ibukota. Marketing politik yang dibuat saat masa pencalonan pun akan berjangka panjang karena branding tersebut yang akan dibawa selama ia akan menjabat. 

Pada era digital, marketing politik dengan mudah dilakukan. Basis internet yang sudah meroket mampu menjangkau masyarakat tanpa harus didatangi satu persatu. Kekuatan media sosial yang juga dapat menimbulkan berbagai spekulasi dan tak jarang menjadi viral. Berbagai respon mudah didapat jika berkampanye di sosial media dan tak jarang menimbulkan isu yang viral bahkan dapat menjadikan perpecahan di daerah tersebut. Disamping itu masyarakat daerah juga masih ada  yang masih terlibat money politik. Hal tersebut masih menjadi sebuah kekhawatiran dalam dunia politik pada masa pemilu. Maka dari itu sebagai mahasiswa sama-sama memantau politik yang terjadi di Indonesia. Jangan sampai masyarakat Indonesia selalu dikeruk kebodohannya oleh tangan-tangan jahat politik. Sebagai mahasiswa ssudah sepatutnya ama-sama memberi pengetahuan kepada masyarakat dan mengawal jalannya dunia perpolitikan Indonesia. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mumpung masih muda